

![]() |
Richard Florida (dok: en.wikipedia.org) |
Direktorat Perancangan Destinasi dan Investasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merencanakan pengajuan proposal Jaringan Kota Kreatif kepada United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Kota-kota yang diajukan sebagai kota kreatif adalah Bandung sebagai kota Gastronomi atau kuliner, Yogyakarta sebagai Kota Craft and Folk Art, dan Solo sebagai Kota Desain.
Rencana tersebut telah disosialisasikan pada workshop tentang Penyusunan Zona Kreatif yang difasilitasi oleh Direktorat Perancangan Destinasi dan Investasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Novotel Solo, 8-9 November 2012 dan Sosialisasi Application Guidelines UNESCO Creative Cities Network pada 21 November 2012 (Aris Setiawan, 28 Januari 2013 sebagaimana dimuat edisicetak.joglosemar.co).
Rencana tersebut telah disosialisasikan pada workshop tentang Penyusunan Zona Kreatif yang difasilitasi oleh Direktorat Perancangan Destinasi dan Investasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Novotel Solo, 8-9 November 2012 dan Sosialisasi Application Guidelines UNESCO Creative Cities Network pada 21 November 2012 (Aris Setiawan, 28 Januari 2013 sebagaimana dimuat edisicetak.joglosemar.co).
Richard Florida, salah satu orang yang pertama-tama meneorikan ekonomi kreatif, mengatakan, saat ini masyarakat dunia memasuki transformasi besar dalam ekonomi, yaitu ekonomi kreatif. Karena itu, kota, kabupaten, atau provinsi tidak cukup hanya mengandalkan insentif ekonomi bila ingin menarik investasi di wilayah mereka.
Itu berarti, kata Florida, kota-kota harus lebih menumbuhkan ”iklim orang-orang” daripada iklim bisnis (The Rise of Creative Class, Richard Florida, Basic Books, 2004). Itu artinya, membangun apa-apa yang diperlukan untuk mendukung kreativitas di semua lini dan membangun komunitas-komunitas yang dapat menarik orang-orang kreatif.
![]() |
Logo Creative City (dok: http://indonesiakreatif.net) |
Dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini kita seringkali mendengar tentang istilah industri kreatif, ekonomi kreatif, dan juga kota yang kreatif atau lebih dikenal sebagai creative city. Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para pakar diantaranya Richard Florida atau Charles Landry, yang dimaksud dengan kota kreatif adalah kota yang membuat seluruh warganya dapat mengekspresikan bakat dan potensinya di bidang apapun, khususnya seni, budaya, teknologi, artistektur, desain, musik, film dan lain-lain (sebagaimana yang termasuk dalam jenis industri kreatif). Komunitas-komunitas anak muda atau mungkin tidak hanya anak muda yang awalnya berasal dari hobi pun bisa dikembangkan menjadi sebuah industri kreatif.
Dalam Grand Design Indonesia Kreatif 2025, masih sedikit sekali disinggung tentang bagaimana pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia harus punya peran yang besar dalam membentuk wilayahnya menjadi kota yang atraktif dan kreatif. Yang banyak dijelaskan dalam grand design tersebut adalah pentingnya kerjasama antar pemerintah (khususnya departemen di tingkat pusat, seperti Departemen Perdagangan, Kementrian Industri, Kementrian Pendidikan Nasional, dsb), pihak perguruan tinggi dan pihak swasta (dalam hal ini adalah pelaku industri kreatif sendiri). Sementara itu, faktor-faktor pendukung lain belum banyak dijelaskan seperti bagaimana peran komunitas kreatif yang awalnya dari hobi, atau bagaimana pemerintah daerah harus menjalankan rencana ini belum banyak dijelaskan, atau pun kalau sudah paham biasanya mereka masih sepotong-sepotong dalam menjalankannya.
Dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Industri Kreatif, telah disebutkan masing-masing peran dari departemen yang bersangkutan yang tentunya diharapkan juga mampu diterapkan oleh dinas-dinas di daerah. Namun, dalam kenyataannya sejauh ini belum banyak dinas di daerah yang mampu menerapkan kebijakan tentang industri kreatif secara terpadu dan simultan. Harus kita sadari bahwa visi dan misi dari kepala daerah pun sangat mempengaruhi apakah industri kreatif mampu juga mewujudkan penciptaan kota kreatif.
Hingga saat ini masih bisa dihitung dengan jari kota mana di Indonesia yang benar-benar mendukung berkembangnya industri kreatif di wilayahnya, seperti Solo, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, dan kawasan Bali. Bagaimana dengan kota lainnya seperti Bandung yang merupakan salah satu kota yang dianggap kreatif di Indonesia? Juga Pekalongan yang bersemangat menjadi kota kreatif.
Jawabannya sangat tergantung dengan komunitas di dalamnya, dan Bandung diduga berhasil menjadi kota yang kreatif karena peran manusia di dalamnya termasuk keberadaan Fakultas Seni Rupa dan Jurusan Arsitektur di ITB, sementara peran pemerintah kotanya sendiri boleh dikatakan relatif kecil. Bahkan pembuatan tulisan: Bandung Emerging Creative City di Kawasan Dago itu pun atas inisiatif Kang Ridwan Kamil yang merupakan salah seorang motor penggerak industri kreatif di Bandung.
Menurut Early Rahmawati dalam tulisannya di indonesiakreatif.net, syarat menjadikan kota sebagai kota kreatif antara lain ciptakan infrastruktur yang baik dan ruang publik yang cukup layak agar masyarakat dapat berinteraksi dengan nyaman serta membuat mereka mampu mengeksplorasi bakat dan potensinya. Buatlah kebijakan yang memanusiakan masyarakat dan laksanakan dengan tanpa dipenuhi kepentingan politik di dalamnya.
Masih menurut Early, maka tidak salah kiranya jika pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia mulai memperhatikan masalah infrastruktur dan penciptaan ruang publik yang nyaman untuk masyarakatnya. Tetapi tantangannya memang besar, apakah itu? Adalah sebuah political will yang tidak mementingkan diri sendiri harus dikikis dari benak para birokrat di pemerintah kita. Jika saja pemerintah mampu berpikir jangka panjang untuk kesejahteraan rakyat (ingat, bahwa ujung dari penumbuhan industri kreatif ini adalah pengentasan kemiskinan), maka uang hasil pajak yang dikumpulkan dari masyarakat niscaya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama, dan salah satunya tentu dengan perbaikan ruang publik yang mendukung berbagai komunitas kreatif tersebut berkembang dengan lebih baik lagi, yang kemudian diaharapkan mampu menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan yang dilakukan.
Banyak sekali potensi yang dimiliki kota-kota dan kabupaten di Indonesia, mulai potensi alamnya, sejarah, dan budaya yang pastinya dimiliki oleh masing-masing daerah dapat dikembangkan menjadi industri kreatif yang menarik untuk dikembangkan, dan semua itu akan berkembang jika ada peran pemerintah yang cukup besar untuk menjadikannya sebagai produk atau performance atau tujuan wisata yang menarik di wilayah kota atau daerah yang atraktif. Banyak kisah sukses yang telah dialami oleh kota-kota di luar negeri dalam mengembangkan sekecil apapun potensi kotanya.
Dalam Grand Design Indonesia Kreatif 2025, masih sedikit sekali disinggung tentang bagaimana pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia harus punya peran yang besar dalam membentuk wilayahnya menjadi kota yang atraktif dan kreatif. Yang banyak dijelaskan dalam grand design tersebut adalah pentingnya kerjasama antar pemerintah (khususnya departemen di tingkat pusat, seperti Departemen Perdagangan, Kementrian Industri, Kementrian Pendidikan Nasional, dsb), pihak perguruan tinggi dan pihak swasta (dalam hal ini adalah pelaku industri kreatif sendiri). Sementara itu, faktor-faktor pendukung lain belum banyak dijelaskan seperti bagaimana peran komunitas kreatif yang awalnya dari hobi, atau bagaimana pemerintah daerah harus menjalankan rencana ini belum banyak dijelaskan, atau pun kalau sudah paham biasanya mereka masih sepotong-sepotong dalam menjalankannya.
Dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Industri Kreatif, telah disebutkan masing-masing peran dari departemen yang bersangkutan yang tentunya diharapkan juga mampu diterapkan oleh dinas-dinas di daerah. Namun, dalam kenyataannya sejauh ini belum banyak dinas di daerah yang mampu menerapkan kebijakan tentang industri kreatif secara terpadu dan simultan. Harus kita sadari bahwa visi dan misi dari kepala daerah pun sangat mempengaruhi apakah industri kreatif mampu juga mewujudkan penciptaan kota kreatif.
Hingga saat ini masih bisa dihitung dengan jari kota mana di Indonesia yang benar-benar mendukung berkembangnya industri kreatif di wilayahnya, seperti Solo, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, dan kawasan Bali. Bagaimana dengan kota lainnya seperti Bandung yang merupakan salah satu kota yang dianggap kreatif di Indonesia? Juga Pekalongan yang bersemangat menjadi kota kreatif.
Jawabannya sangat tergantung dengan komunitas di dalamnya, dan Bandung diduga berhasil menjadi kota yang kreatif karena peran manusia di dalamnya termasuk keberadaan Fakultas Seni Rupa dan Jurusan Arsitektur di ITB, sementara peran pemerintah kotanya sendiri boleh dikatakan relatif kecil. Bahkan pembuatan tulisan: Bandung Emerging Creative City di Kawasan Dago itu pun atas inisiatif Kang Ridwan Kamil yang merupakan salah seorang motor penggerak industri kreatif di Bandung.
Menurut Early Rahmawati dalam tulisannya di indonesiakreatif.net, syarat menjadikan kota sebagai kota kreatif antara lain ciptakan infrastruktur yang baik dan ruang publik yang cukup layak agar masyarakat dapat berinteraksi dengan nyaman serta membuat mereka mampu mengeksplorasi bakat dan potensinya. Buatlah kebijakan yang memanusiakan masyarakat dan laksanakan dengan tanpa dipenuhi kepentingan politik di dalamnya.
Masih menurut Early, maka tidak salah kiranya jika pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia mulai memperhatikan masalah infrastruktur dan penciptaan ruang publik yang nyaman untuk masyarakatnya. Tetapi tantangannya memang besar, apakah itu? Adalah sebuah political will yang tidak mementingkan diri sendiri harus dikikis dari benak para birokrat di pemerintah kita. Jika saja pemerintah mampu berpikir jangka panjang untuk kesejahteraan rakyat (ingat, bahwa ujung dari penumbuhan industri kreatif ini adalah pengentasan kemiskinan), maka uang hasil pajak yang dikumpulkan dari masyarakat niscaya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama, dan salah satunya tentu dengan perbaikan ruang publik yang mendukung berbagai komunitas kreatif tersebut berkembang dengan lebih baik lagi, yang kemudian diaharapkan mampu menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan yang dilakukan.
Banyak sekali potensi yang dimiliki kota-kota dan kabupaten di Indonesia, mulai potensi alamnya, sejarah, dan budaya yang pastinya dimiliki oleh masing-masing daerah dapat dikembangkan menjadi industri kreatif yang menarik untuk dikembangkan, dan semua itu akan berkembang jika ada peran pemerintah yang cukup besar untuk menjadikannya sebagai produk atau performance atau tujuan wisata yang menarik di wilayah kota atau daerah yang atraktif. Banyak kisah sukses yang telah dialami oleh kota-kota di luar negeri dalam mengembangkan sekecil apapun potensi kotanya.
Bagaimana dengan Pekalongan? Menurut penulis, Pekalongan memiliki persyaratan untuk menjadi kota kreatif. Berbagai sumber daya dimiliki seperti infra struktur yang memadai, kaya akan budaya lokal, sejarah yang bagus, potensi alam yang berlimpah. Namun perlu dipikirkan, mau sebagai kota kreatif dalam hal apa. Akan cocok apabila kreatif dalam hal BATIK.
Referensi:
http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20/02333411
http://indonesiakreatif.net/article/creative-city/creative-city-bagaimana-kita-mewujudkannya-di-indonesia/
http://edisicetak.joglosemar.co/node/115812
http://en.wikipedia.org
http://en.wikipedia.org
Ditulis Oleh : Unknown ~ Guru di SMA 5 Semarang

Mendukung, agar Pekalongan go internasional sebagai salah satu kota yang maju di Indonesia (Krisna S)
BalasHapusMendukung asal dipersiapkan dengan matang, sudah saatnya ikon batik jadi kretif batik yang mendunia (Luluk Isnaini)
BalasHapusSetuju jadi kota kreatif agar batik pekalongan semakin inovatif dan banyak model (Kurniawan Adi-Semarang)
BalasHapus